LAPORAN
PENDAHULUAN GANGGUAN PSIKOSA
(EPILEPSI)
TUGAS
INDIVIDU
Untuk memenuhi matakuliah
Keperawatan Jiwa 1
yang dibina oleh Bapak Imam Sunarno.,Dr. M.Kes.
Oleh
Ilus Fediastari
1201300003
Tingkat 2A
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLITAR
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG
Desember 2013
KONSEP DASAR MEDIS
PADA EPILEPSI
1.
DEFINISI
Epilepsi ialah Gangguan kronik otak dengan ciri
timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan(gejala timbul dan
hilang secara tiba-tiba), berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi.
(Mansjoer, 2000:27)
2.
ETIOLOGI
1.Idiopatik:
Epilepsi pada anak sebagian besar merupakan epilepsi idiopatik.
2.Faktor
herediter: ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis
ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3.Faktor
genetik; pada kejang demam & breath
holding spells.
4.Kelainan
konginetal otak; atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum.
5.Gangguan
metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
6.Infeksi;
radang yang disebabkan oleh bakteri/virus pada otak dan selaputnya,
toksoplasmosis.
7.Trauma;
kontusio serebri, hematoma subarakhnoid, hematoma subdural.
8.Neoplasma
otak dan selaputnya.
9.Kelainan
pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10.Keracunan;
Timbal(Pb), kamper(kapur barus), fenotiazin, air
11.Lain-lain; penyakit
darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral,dll.
Faktor
Presipitasi: Faktor yg mempermudah terjadinya serangan
1.
Faktor sensoris:
cahaya yg berkedip-kedip, buny-bunyian yg mengejutkan, air panas.
2.
Faktor sistemis:
demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu(gol fenotiazin, klorpromid,
hipoglikemia, kelelahan fisik)
3.
Faktor mental:
stress, gangguan emosi
Dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan, dan
sinkronàsehingga menyebabkan aktivasi fungsi
motorik(kejang), sensorik(kesan sensorik), otonom(ex:salivasi), /fungsi
kompleks(kognitif, emosional) secara lokal/umum.
3.
PATOFISIOLOGI
Epilepsi
terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik
dalam otak, gaya mekanik/toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya
muatan listrik dari sel syaraf tersebut.
Beberapa
penyidikan menunjukan peranan asetilkolin sebagian zat yang merendahkan
potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang
terjadi sewaktu-waktu saja sehingga manifestasi klinisnya muncul sewaktu-waktu.
Bila asetilkolon sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan
listrik sel-sel syaraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel
syaraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran
awas-waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak
daripada selama tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin, daripada dalam
otak sehat. Pada tumor serebri/adanya sikatrik setempat pada permukaan otak
sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri/trauma
lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada
tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel syaraf. Penimbunan
asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat
merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal
ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang biasanya simtomatik.
Pada
epilepsi idiopatik, tipe grand mal , secara primer muatan listrik dilepaskan
oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrephalic. Inti ini merupakan
terminal dari lintasan asenden aspesifik atau lintasan asendens
ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui lintasan aferen spesifik
itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka
timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan,
terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara
berlebih. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang
seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel syaraf yang memelihara
kesadaran untuk menerima impuls aferen
dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
Hasil
penelitian menunjukan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian
rostral dari mensenfalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap
inti-inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai
kejang- kejang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit mal.
4.
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Commision of Classification and Terminology of the International League
againts Epilepsi (ILAE) tahun
1981, Klasifikasi epilepsi sebagai berikut;
1.Bangkitan parsial (fokal,lokal)
A. Bangkitan
parsial sederhana; bangkitan parsial dg kesadarn tetap
normal
1. Gejala motorik
a.Fokal motorik tidak menjalar; bangkitan
terbatas pada satu bagian
tubuh saja.
b.Fokal motorik menjalar; bangkitan
dimulsi dsri satu bagian tuuh
dan menjalar.
c.Versif; bangkitan disertai gerakan
memutar kepala, mata, tubuh.
d. Postural; bangkitan disertai dengan
lengan/tungkai kaku dalam
sikap tertentu.
e.Disertai gangguan fonasi; bangkitan
disertai arus bicara yang
terhenti/pasien mengeluarkan
bunyi-bunyi tertentu.
2.Gejala
somatosensoris/sensoris spesial; Bangkitan disertai halusinasi
sederhana
yang mengenai kelima panca indra & bangkitan yang
disertai
vertigo.
a.Somatosensoris;
timbul rasa kesemutan/seperti ditisuk-tusuk jarum.
b.visual
terlihat cahaya.
c.auditoris:
terdengar sesuatu
d.olfaktoris;
terhidu sesuatu
e.gustatoris:
tekecap sesuatu
f.
disertai vertigo
3.Dengan
gejala /tanda gangguan syaraf otonom (sensasi epigastrium,
Pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
4.Dengan
gejala psikis (gangguan fungsi psikis)
a.disfasia;
gangguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata,
kata/bagian
kalimat.
b.dismnesia;
gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya tidak pernah
mengalami.mendengar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin
mendadak mengingat suatu peristiwa, di masa lalu, merasa seperti
melihatnya
lagi.
c.
kognitif; gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah
d.afektif;
merasa sangat senang, susah, marah, takut
e.ilusi;
perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil
atau lebih besar.
f.halusinasi
kompleks(berstrukstur); mendengar ada yang bicara,
musik,
B.Bangkitan parsial kompleks (disertai
gangguan kesadaran.)
1.Serangan parsial sederhana diikuti gangguan
kesadaran; kesadaran
mula-mula baik kemudian baru menurun.
a.Dengan gejala parsial sederhana
A1-A4; gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan
menurunnya kesadaran.
b.Dengan automatisme. Automatisme yaitu
gerakan-gerakan,
perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya gerakan
mengunyah-ngunyah, menelan-nelan, wajah muka
berubah
seringkali seperti ketakutan,
menata-nata sesuatu, memegang
megang kancing baju, berjalan,
mengembara tak menentu,
berbicara, dll.
2.Dengan penurunan kesadaran sejak serangan;
kesadaran menurun
sejak permulaan serangan.
a.
Hanya dengan penurunan
kesadaran
b.
Dengan
automatisme
C. Bangkitan parsial yang
berkembang menjadi bangkitan umum
(tonik-klonik, tonik, klonik)
II. Bangkitan umum
(konvulsif/nonkonvulsif)
A.1.Bangkitan Lena(Absence)
Pada bangkitan ini, kegiatan
sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat
memutar ke atas, tak ada reaksi bila
diajak bicara.
Biasanya bangkitan ini
berlangsung selama ¼-1/2 menit dan biasanya
dijumpai pada anak.
a.
Hanya penurunan
kesadaran.
b.
Dengan komponen
klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada kelopak mata atas,
sudut mulut, /otot-otot lainnya bilateral.
c.
Dengan komponen
atonik, Pada bangkitan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan. Tangan tubuh
mendadak melemas sehingga tampak mengulai
d.
Dengan komponen tonik. Pada bangkitan ini, dijumpai
otot-otot ekstremitas, leher/punggung mendadak mengejang, kepala badan, menjadi
melengkung kebelakang, lengan dapat mengetul/mengedang
e.
Dengan
automatisme
f.
Dengan komponen
autonom
(b hingga f dapat tersendiri/kombinasi)
2.Lena tak khas (atypical absence)
Dapat disertai:
a.
Gangguan tonus
yang lebih jelas
b.
Permulaan &
berakhirnya bangkitan tidak mendadak
B. Bangkitan mioklonik
Pada bangkitan mioklonik terjadi
kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat/lemah sebagian otot/semua
otot-otot, sekali/berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur.
C.Bangkitan
Klonik
Pada bangkitan ini tidak ada
komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.
Dijumpai terutama sekali pada anak
D.Bangkitan tonik
Pada bangkitan ini tidak ada komponen
klonik. Otot-otot hanya menjadi kaku,
juga terdapat pada anak.
E.Bangkitan Tonik-klonik
Bangkitan ini sering dijumpai pada
umur di atas balita yang terkenan dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali
dg aura yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu bangkitan. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira
¼-1/2 menit diikuti kejang
kelojot di seluruh badan. Bangkitan
ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulu menjadi berbusa
karena hembusan napas Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat
serangan. Setelah kejang berhenti pasien
tidur beberapa lamanya, Dapat pula bangun
dg kesadaran yang masih rendah,
langsung
menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,nyerikepala.
F.Bangkitan atonik
Pada
keadaan ini otot-otot seluruh badan
mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap
baik/menurun sebentar. Bangkitan ini
terutama sekali dijumpai pada anak.
III. Bangkitan
Tak Tergolongkian
Termasuk golongan ini adalah bangkitan
pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan
seperti berenang, menggigil,
/pernapasan yang mendadak berhenti
sebentar.
5.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Elektroensefalografi(EEG),
pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi,
bila ditemukan EEG yang bersifat khas epileptik baik terekan saat seranga
maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing
lambat, paku lambat.
Pemeriksaan
lain:Pemeriksaan foto polos kepala(mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak);
CT-scan (mendeteksi infark, hematom, tumor, hidrosefalus); Pemeriksaan Lab(Memastikan
adanya kelainan sistemik, ex: hipoglikemi, hiponatremia,uremia,dll)
6.
DIAGNOSIS BANDING
Sinkop, gangguan jantung, gangguan
sepintas peredaran darah otak, hipoglikemia, keracunan, breath holding spells, histeria, narkolepsi, pavor nokturnus,
paralisis tidur migren
7.
PENCEGAHAN
Hindari factor presipitasi diatas.s
8.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan: mencegah timbulnya bangkitan
tanpa mengganggu kapasitas fisik&intelek pasien. Pengobatan epilepsi
meliputi Pengobatan medikamentosa&pengobatan psikososial.
Pengobatan Medikamentosa
Pada epilepsi yang simptomatis , bangkitan
yang timbul adalah manifestasi. Penyebabnya seperti tumor otak, radang otak gangguan
metabolik, mata disamping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan juga terapi
kausal, Prinsip dasar yang harus dikembangkan:
1. Pada bangkitan yg sangat jarang & dapat dihilangkan
faktor pencetusnya, pemberian obat yang harus dipertimbangkan.
2. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan;
ini berarti pasien mengalami lebih dari dua kali bangkitan y6g sama.
3. Obat yang diberikan sesuai dengan jenis bangkitan
4. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena karena
dengan cara ini toksisitas akan berkurang, mempermudah pemantauan &
menghindari interaksi obat.
5. Dosis obat yang disesuaikan secara individual.
6. Evaluasi hasilnya:
Bila gagal dalam
pengobatan, cari penyebabnya:
·
Salah etiologi:kelainan
metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi, adanya penyakit degenerasis
susunan saraf pusat.
·
Pemberian obat
anti-epilepsi yang kurang tepat.
·
Kurang
penerangan; menelan obat tidak teratur
·
Faktor emosional
sebagai pencetus
·
Termasuk intrctable epilepsy
7. Pengobatan
Pengobatan dihentikan setelah
bangkitan hilang minimal 2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur
dengan menurunkan dosiskan
Bangkitan
|
Jenis obat
|
Fokal/parsial
|
|
Sederhana
|
CBZ,
PB, PHT
|
Hompleks
|
CBZ,
PB, PHT, Val
|
Tonik-klonok
umum sekarang
|
CBZ,
PB, PHT, Val
|
Umum
|
|
Tonik
klonik
|
CBZ,
PB, PHT,Val
|
Mioklonik
|
CLON,
Val
|
Absesns/petitmal
|
CLON,
Val
|
CBZ=Karbamazepin PHT: fenitoin
CLON: Klonazepam PB:Venobarbital
Val: Asam valproat
Dosis obat anti
epilepsi&konsentari dalam plasma
Jenis obat
|
Dosis
(mg/kgBB/hari)
|
Cara pemberian
|
Konsentrasi
dalam plasma (Ug/mm3)
|
Fenobarbital
|
1-5
|
1x/hari
|
20-40
|
Fenitoin
|
4-20
|
1-2x/hari
|
10-20
|
Karbamezepin
|
4-20
|
3x/hari
|
4-10
|
Asam
Valproat
|
10-60
|
3x/hari
|
50-100
|
Klonazepam
|
0,05-0,2
|
3x/hari
|
10-80
|
Diazepam
|
0,05-0,015
0,4-0,6
|
IV
Per
rektal
|
0,3-0,7
|
Pengobatan Psikososial
Pasien diberi penjelasan bahwa dengan
pengobatan optimal sebagian besar akan terbebas dari bangkitan. Pasien harus
patuh dalam menjalani pengobatannya, sehingga dapat terbebas dari bangkitan dan
dapat belajar, bekerja, bermasyarakat secara normal.
9.
PROGNOSIS
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas
serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan
terakhir obat dihentikan pasien tidak mengalami bangkitan lagi, dikatakan telah
mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun
minum obat dg teratur.
Sesudah remisi, kemungkinan munculnya
serangan ulang paling sering disapat pada bangkitan tonik-klonik dan bangkitan
parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah
remisi.
10.
KOMPLIKASI
Status
Epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus lebih dari
30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Status mengancam adalah serangan kedua yang
terjadi dalam waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran anti serangan.
KONSEP KEPERAWATAN
PADA EPILEPSI
1. PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
Perawat memperoleh informasi mengenai riwayat kejang.
Klien
ditanya mengenai faktor/event yang mungkin dapat memicu terjadinya kejang.
Perawat
mendokumentasikan adanya konsumsi alkohol/tidak.
Perawat
menentukan bila klien memilki aura (premonitor
atau sebuah sensasi peringatan) sebelum
kejang epileptic , yang mungkin dapat mengindikasikan asal kejang (ex: melihat sorot
lampu mengindikasikan asal kejang pada lobus oksipital.)
Observasi
selama dan setelah kejang, Bantu mengidentifikasi jenis kejang dan
penatalaksanaanya.
Mengkaji efek epilepsi pada gaya
hidup pasien (Buelow, 2001). Hal apa yang dapat memperberat kejang? Apakah
klien memiliki program rekreasi? Kontrak sosial? Apakah klien bekerja, Apakah klien
memiliki pengalaman positif / penuh stress? Apakah mekanisme koping yang
digunakan?
2. DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
· Risiko
Injury berhubungan dengan aktivitas kejang
· Ketakutan
berhubungan dengan kemungkinan kejang
· Ketidakefektifan
koping individu berhubungan dengan stress yang dibebankan oleh epilepsy.
· Kurang
pengetahuan berhubungan dengan epilepsi dan kontrol diri.
Masalah Kolaboratif / Komplikasi yang Berpotensial
timbul
v Status
epileptikus
3. INTERVENSI
KEPERAWATAN
Tujuan
Utama untuk pasien termasuk Pencegahan injury; Kontrol kejang, Menghasilkan kepuasan
penyesuaian diri, Psychosocial; Memperoleh
pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi dan komplikasi.
Intervensi Keperawatan
A.
Pencegahan
Injury
Pencegahan
injury untuk pasien kejang merupakan PRIORITAS. Bila terdapat risiko
injury(bergantung pada type kejang),
·
Pasien seharusnya di tempatkan pada
lantai.
·
Jauhkan Pasien dari benda-benda tajam
sekitar pasien.
·
Pasien
seharusnya tidak boleh diubah posisinya.
·
Jangan
memasukan benda apapun dalam mulut klien saat kejang terjadi.
·
Tindakan pencegahan pasien kejang,
seharusnya menyediakan bantalan yang diaplikasikan pada pagar bed klien.
B.
Menurunan
Ketakutan saat Kejang
Kerjasama
antara klien dan keluarga dan kepercayaan mereka dalam mengontrol konsumsi obat
merupakan hal yang essential untuk mengontrol kejang (Schacheter, 2001).
Identifikasi
faktor pencetus: ex: gangguan emosional stressor lingkungan yang baru, awal menstruasi
pada klien perempuan, demam(Greenberg,2001). Klien diberi motivasi untuk
melakukan gaya hidup sehari-hari, makanan (mencegah stimulasi yang berlebihan),
latihan, dan istirahat (kesulitan tidur faktor rendah yang dapat memicu awal
kejang). Aktivitas sedang merupakan terapi, namun latihan yang berlebihan harus
dicegah.
Photic stimulation (sorot
lampu yang terang, tampilan televisi) mungkin
memicu kejangàTindakan
preventiv:Memakai kacamata gelap/menutup mata. Status tekanan (Kecemasan,
frustasi) membangkitkan kejang pada beberapa pasien. Menggolongkan management
strees menurut nilai. Karena kejang terjadik dg adanya intak ealkohol, mencegah
konsumsi alkohol.
C.
Meningkatkan
Mekanisme Koping
Epilepsi
mungkin diiikuti oleh perasaan stigmatisasi, alienation(rasa benci), depressi,
dan rasa ketidakpastian. Klien harus menangani ketakutan terhadap kejang dengan
konstan dan konsekwensinya(Buelow, 2001).
Anak-anak
dengan epilepsi mungkin dikucilkan oleh lingkungan sekitar. Hal ini menjadi
masalah yang berlanjut selama masa remaja. Sebagai hasilnya, banyak orang
dengan epilepsi memiliki masalah psikologis dan masalah tingkah laku.
Konseling
dapat membantu individu dan keluarga untuk memahami kondisi dan keterbatasan klien.
Sosial dan kesempatan rekreasi adalah penting untuk kesehatan mental pasien dg
epilepsi. Perawat dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dg epilepsi melalui
edukasi klien dan keluarganya mengenai gejala dan penanganan
epilepsi(Rice,2000).
D.
Memberi
Edukasi pada Pasien dan Keluarga
Seseorang
yang pernah kejang memilki potensial
kejang dan memilki rasa malu. Hal ini mungkin menghasilkan rasa cemas, depresi,
kebencian, dan kerahasiaan pada penderita dan keluarganya. Edukasi
berkelanjutan dan kata-kata motivasi seharusnya diberikan pada paien untuk
mengurangi perasaan-perasaan diatas. Pasien dan keluarganya perlu diberikan
edukasi mengenai pengobatan dan perawata selama kejang.
E.
Memonitor
dan Mengatur Komplikasi yang Berpotensial
Status
epilepticus merupakan komplikasi mayor. Komplikasi lainnya adalah keracunan
pengobatan. Pasien dan keluarganya diinstruksikan mengenai efek samping dan
diberikan pengarahan yang spesifik untuk mengkaji dan melaporkan tanda dan
gejala yang mengindikasikan bahwa terjadi overdosis obat. Banyak pengobatan
antikejang yang membutuhkan monitoring dosis.
F.
Meningkatkan
Perawatan Rumah dan Komunitas
Mengajarkan Klien
Perawatan Diri
Oral Hyegiene setelah makan, untuk
mencegah Gingival hyperplasia pada klien
yang menerima pengobatan Phenyntoin(Dilantin).
Bantu klien untuk mengajarkan perawatan diri.
Perawatan Lanjutan
Karena
epilepsi merupakan gangguan jangka panjang, hal ini membutuhkan pengobatan yang
cukup mahal yang mungkin dapat menimbulkan beban finansial.
4. IMPLEMENTASI
Sesuai intervensi
diatas.
5.
EVALUASI KEPERAWATAN
Kriteria Hasil:
1.
Menahan tidak
adanya injury selama aktivitas kejang.
a.Mematuhi pengobatan,
mengontrol dengan ketat dan mengenali bahaya menghentikan konsumsi obat.
b.Pasien & keluarga
dapat mengetahui perawatan yang tepat selama serangan kejang.
2.
Memperlihatkan penurunan
ketakutan
3.
Memenuhi koping
individu yang efektif.
4.
Memperlihatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai epilepsi
a.
Mengidentifikasi
efek samping pengobatan
b.
Mencegah faktor
/ situasi yang dapat mencetuskan kejang. (sorot lampu, hyperventilasi, alkohol)
c.
Membiasakan gaya
hidup sehat melalui tidur yang adekuat dan makan makanan dengan waktu teratur
untuk mencegah hypoglikemia.
5.
Tidak terjadi
komplikasi
DAFTAR
RUJUKAN:
Mansjoer,
A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media
Aesculapius
Brunner
and Suddarth’s. Medical Surgycal Nursing.
(Textbook)
Diagnosis
Keperawatan NANDA 2012—2014
0 komentar:
Posting Komentar